Ilmuan yang mempelajari perkembangan covid-19 kemudian memutuskan bahwa virus Corona atau Covid-19 bukan lagi menjadi sebuah pandemi, namun sindemi.
Seperti diketahui bahwa Virus corona muncul pertama kali pada awal Desember 2019 di Wuhan, China. Virus ini kemudian menyebar dengan cepat diberbagai negara.

Virus corona kemudian dengan cepat menginfeksi sebagian manusia diberbagai belahan dunia. Lantaran virus ini memiliki kemampuan menyebar dengan cepat maka para ilmuan memutuskan virus ini sebagai pandemi (wabah) dunia.
Namun, nampaknya seiring dengan perkembangan waktu ilmuan menilai bahwa saat ini virus covid-19 tidak lagi merupakan pandemi.
Oleh karena itu ilmuan menyebut
virus Corona atau Covid-19 bukan lagi menjadi sebuah pandemi, namun sindemi. Sindemi adalah akronim yang berasal dari kata sinergi dan pandemi. Artinya, penyakit seperti Covid-19 tidak boleh berdiri sendiri.
Di satu sisi ada virus SARS-CoV-2, yaitu virus penyebab Covid-19 dan disisi lain ada serangkaian penyakit yang sudah diidap oleh seseorang. Kedua elemen ini saling berinteraksi dalam konteks ketimpangan sosial yang mendalam.
Dilansir dari Sonora.id, Sindemi bukanlah istilah baru dan telah muncul sekitar tahun 1990-an yang diciptakan oleh antropolog medis asal Amerika Serikat, Merill Singer.
Istilah ini dicetuskannya untuk menyebut kondisi ketika dua penyakit atau lebih berinteraksi sedemikian rupa, sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih besar ketimbang dampak dari masing-masing penyakit tersebut.
“Dampak dari interaksi ini juga difasilitasi oleh kondisi sosial dan lingkungan yang entah bagaimana dapat menyatukan kedua penyakit atau membuat populasi menjadi lebih rentan terhadap dampaknya,” jelas Singer.
Kesimpulannya, dalam beberapa kasus, kombinasi penyakit dan covid-19 akan memperkuat dampak dan kerusakan yang dialami orang itu.
“Kami melihat bagaimana Covid-19 berinteraksi dengan berbagai kondisi yang sudah ada sebelumnya, diabetes, kanker, masalah jantung dan banyak faktor lain,” kata Singer.
Istilah ini dicetuskannya untuk menyebut kondisi ketika dua penyakit atau lebih berinteraksi sedemikian rupa, sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih besar ketimbang dampak dari masing-masing penyakit tersebut.
“Dampak dari interaksi ini juga difasilitasi oleh kondisi sosial dan lingkungan yang entah bagaimana dapat menyatukan kedua penyakit atau membuat populasi menjadi lebih rentan terhadap dampaknya,” jelas Singer.
Kesimpulannya, dalam beberapa kasus, kombinasi penyakit dan covid-19 akan memperkuat dampak dan kerusakan yang dialami orang itu.
“Kami melihat bagaimana Covid-19 berinteraksi dengan berbagai kondisi yang sudah ada sebelumnya, diabetes, kanker, masalah jantung dan banyak faktor lain,” imbuhnya.
Editor: Adi Kurniawan














