Larangan meliput rapat finalisasi pembahasan rancangan APBD Perubahan (RAPBD-P) 2016 terhadap sejumlah wartawan Bogor Senin malam (10/11/2016) berbuntut panjang. Sejumlah pihak menyesalkan sikap peserta rapat pembahasan RAPBD-P yang melarang jurnalis/wartawan meliput. Kekecewan pun diungkapkan dalam aksi unjuk rasa pun dilakukan Garuda KPP RI Kota Bogor di gedung DPRD Kota Bogor, Selasa (11/10/2016).
Dalam aksinya, Garuda KPP RI mempertanyakan maksud larangan bagi media untuk meliput rapat pembahasan APBD-P 2016. Selain itu Garuda KPP RI juga mendesak Kejari untuk menuntaskan kasus Jambu Dua Gate/Angkahong.

Hal senada dituturkan Direktur Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) HMI Cabang Kota Bogor, Aru Prayogi. Menurutnya sikap Ketua DPRD Kota Bogor, Untung W. Maryono melarang wartawan meliput saat rapat finalisasi RAPBD perubahan, sangat menciderai demokratisasi sebagai amanat UUD 1945, dan kemerdekaan pers yang dijamin Undang-undang.
“Dalam Undang-undang No. 40 Tahun 1999 menyatakan, Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Pers mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Oleh sebab itu, bentuk pelarangan liputan bahkan pengusiran wartawan sangat bertentangan dengan Undang-undang. Terlebih yang melakukan adalah seorang ketua DPRD, seharusnya bisa bersikap santun dan ikut mendorong demokratisasi melalui pers, untuk itu patut dilaporkan ke pihak yang berwenang,” kata Aru.
Hal senada dituturkan Direktur LBH KBR Fatiatulo Lazira, S.H.. Menurutnya dari aspek hukum, merujuk pada ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, tindakan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kegiatan wartawan untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi, diancam dengan pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun atau denda Rp. 500.000 (lima ratus juta rupiah).
“Kalau kita lihat dengan pendekatan sebagai sebuah negara yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, dimana di dalamnya terkandung asas transparansi, keterbukaan, akuntabilitas, dan lain sebagainya, maka jika benar Ketua DPRD Kota Bogor melakukan pengusiran terhadap rekan-rekan jurnalis pada saat pembahasan anggaran, itu tindakan pelecehan terhadap demokrasi, dan sudah pasti pelecehan terhadap konstitusi. Toh, yang dibahas ialah alokasi uang rakyat, wajar jika kemudian rakyat memantau agar jangan sampai uangnya tersebut tidak disalahgunakan, dialokasikan pada sesuatu yang tidak prioritas,” katanya.
#pratama