Mars selama ini dikenal sebagai planet dengan atmosfer tipis, hanya sekitar 1% dari volume atmosfer Bumi. Namun, penelitian terbaru mengungkap bahwa angin di Planet Merah ternyata jauh lebih kencang dari perkiraan sebelumnya – bahkan bisa mencapai 158 km per jam.
Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Science Advances, hasil kolaborasi tim ilmuwan dari Universitas Bern, Swiss, dan Badan Antariksa Eropa (ESA). Mereka meneliti fenomena “setan debu” – pusaran debu vertikal yang berputar cepat di permukaan Mars – untuk memetakan pola angin di berbagai wilayah planet tersebut.

“Putaran debu membuat angin yang biasanya tak terlihat menjadi terlihat,” ujar Valentin Bickel, penulis utama studi dari Universitas Bern dikutip dari laman Cosmosmagazine. Dengan menganalisis pergerakan setan debu melalui citra stereo, timnya berhasil menelusuri arah dan kecepatan angin di seluruh permukaan Mars – sesuatu yang sebelumnya sulit dilakukan.
Tim menggunakan dua instrumen canggih milik ESA, yaitu Kamera Stereo Resolusi Tinggi (HRSC) pada wahana Mars Express dan Sistem Pencitraan Permukaan Stereo dan Warna (CaSSIS) di pengorbit ExoMars. “Gambar stereo menangkap titik yang sama di permukaan Mars dengan jeda beberapa detik, memungkinkan kami mengukur pergerakan pusaran debu,” kata Nicolas Thomas, rekan penulis penelitian tersebut.
Dari hasil analisis, tim mendeteksi 384 pusaran debu dari citra CaSSIS dan 655 dari HRSC. Pusaran ini biasanya muncul di wilayah kering pada musim panas dan semi Mars, berlangsung selama beberapa menit, dengan puncak aktivitas sekitar pukul 11.00-14.00 waktu matahari lokal.
Yang paling mengejutkan, kecepatan angin di sekitar pusaran bisa menembus 44 meter per detik (sekitar 158 km/jam). Sebelumnya, ilmuwan memperkirakan angin di Mars rata-rata hanya di bawah 50 km/jam, dengan puncak maksimum sekitar 100 km/jam. “Data kami menunjukkan di mana dan kapan angin cukup kuat untuk mengangkat debu dari permukaan,” ujar Bickel.
Penemuan ini penting untuk misi luar angkasa berikutnya. Dengan memahami pola dan kekuatan angin, ilmuwan dapat memperbaiki model iklim Mars, memperkirakan risiko badai debu, serta meningkatkan efisiensi pendaratan wahana.
“Dengan wawasan baru tentang dinamika atmosfer, kami dapat memprediksi kondisi cuaca dan merencanakan misi Mars dengan lebih aman,” kata Daniela Tirsch dari Pusat Dirgantara Jerman (DLR). Informasi ini juga krusial untuk menentukan lokasi pendaratan dan memperkirakan debu yang menempel pada panel surya, yang bisa menurunkan daya perangkat di permukaan.
Selain membantu misi eksplorasi, studi ini juga memberi gambaran baru tentang bagaimana bukit pasir dan garis lereng di Mars terbentuk. “Pengukuran kami membuka jalan untuk memahami proses geologi aktif yang masih terjadi di planet ini,” tambah Bickel.
Dengan teknologi pencitraan canggih dan analisis lintas-dekade, para ilmuwan kini memiliki gambaran lebih utuh tentang dunia berdebu Mars – planet yang mungkin tampak sunyi, namun ternyata dipenuhi angin ganas yang terus mengubah wajahnya.
Sumber: detik.com