Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) menganggap jika Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) telah berkilah, bahwa dalam menetapkan anggaran pengadaan tanah untuk relokasi pedagang kaki lima (PKL) ke Pasar Warung Jambu sebesar Rp 49,2 miliar dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perubahan APBD Tahun 2014 tanggal 6 November 2014 berdasarkan evaluasi gubernur tanggal 3 November 2014 dan telah dibahas bersama dengan badan anggaran pada 5 November 2014 yang hasilnya ditetapkan dalam keputusan pimpinan DPRD.
Padahal faktanya, seperti diungkapkan Ketua LSM Gerak Muhammad Sufi, Selasa (14/03/16), berdasarkan keputusan pimpinan DPRD Kota Bogor Nomor 903-13 tahun 2014 tentang Persetujuan Penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah Kota Bogor tentang Perubahan APBD tahun 2014 dan Peraturan Walikota Bogor tentang Penjabaran Perubahan APBD tahun 2014 berdasarkan evaluasi Gubernur Jawa Barat tanggal 5 November 2014 disebutkan, anggaran pengadaan tanah untuk relokasi PKL dengan kode rekening 1.15.1.15.01.17.98 ditetapkan sebesar Rp 17,5 miliar.

“Karena itu, kami menghimbau kepada TAPD untuk memberikan keterangan dengan benar dan jujur di hadapan jaksa dan secara ksatria mengakui jika ada kesalahan dan bukan malah melemparkan kesalahan ke badan anggaran DPRD Kota Bogor dalam kasus dugaan mega korupsi pengadaan tanah Angkahong sebesar Rp 43,1 miliar tersebut,” papar Sufi.
Ia juga menyebutkan ketentuan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Nah, apakah pembebasan tanah Angkahong sebesar Rp 43,1 miliar sudah memenuhi ketentuan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kami menyerahkan kepada aparat hukum untuk menyimpulkannya,” ujarnya.
Hanya saja, kata Sufi, pihaknya mencatat penganggaran pembebasan tanah Angkahong sudah berpotensi melanggar ketentuan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara jo Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah jo Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah jo Permendagri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2014, disebutkan bahwa keputusan pimpinan DPRD tentang persetujuan penyempurnaan rancangan perubahan APBD bersifat final dan menjadi dasar penetapan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan peruntukan dana bagi hasil tidak diperkenankan untuk digunakan membiayai pengadaan tanah. #Raditya