China dikenal dengan pengobatan tradisional yang sudah berkembang selama berabad-abad.
Di masa lalu, Kaisar Pertama China, Qin Shi Huang menaruh perhatian obat-obatan. Ia bahkan melakukan ekspedisi ke Pegunungan Kunlun di barat laut China untuk mencari ramuan hidup abadi.

Kisah mengenai pencarian obat abadi Kaisar Qin ini tertuang dalam prasasti kuno yang ditemukan di Danau Gyaring, Qinghai, Tibet. Temuan ini bahkan sempat menimbulkan perdebatan panjang di kalangan akademisi.
Keaslian prasasti itu diragukan karena isinya mencatat perjalanan ke wilayah yang dianggap tidak mungkin bisa dijangkau di masa lalu. Apalagi, diperkirakan catatan itu berusia lebih dari 2.000 tahun.
Namun, perdebatan itu berakhir setelah dilakukan otoritas budaya China melakukan penelitian ilmiah terkait temuan tersebut. Hasil autentikasi resmi menyatakan bahwa prasasti berusia 2.200 tahun itu asli dan benar berasal dari era Dinasti Qin.
Penelitian ini sekaligus memberi bukti arkeologis pertama tentang ekspedisi Kaisar Qin ke Pegunungan Kunlun, melengkapi catatan sejarah obsesinya terhadap obat untuk kehidupan abadi.
Proses pembuktian ilmiah Dilansir dari South China Morning Post, Selasa (16/9/2025), autentikasi dilakukan melalui pemeriksaan menyeluruh di lapangan dan laboratorium.
Para ahli menganalisis komposisi batu pasir kuarsa, bekas pahatan, hingga pola pelapukan alami yang konsisten dengan usia ribuan tahun.
Arkeolog Zhao Chao yang terlibat dalam penelitian ini mengungkapkan metode ilmiah sistematis mereka dalam pembuktian prasasti tersebut.
“Metode ilmiah yang sistematis diterapkan untuk menentukan usia dan mengautentikasi prasasti batu kuno ini, sekaligus menjadi model baru dalam autentikasi prasasti batu di China,” kata Zhao dikutip dari IFL Science, Senin (22/9/2025).
Hasilnya menepis kecurigaan bahwa prasasti tersebut adalah ukiran modern. Alat pahat dan gaya tulisan dinilai sesuai dengan teknik era Qin.
Isi prasasti dan catatan ekspedisi
Prasasti itu terdiri dari 37 karakter dalam aksara kecil Dinasti Qin. Teksnya mencatat perintah Qin Shi Huang kepada pejabat Wu Dafu Yi untuk memimpin rombongan alkemis menuju Kunlun.
Tercatat bahwa ekspedisi tersebut dilakukan pada tahun ke-37 masa pemerintahannya atau sekitar 210 SM, tepat sebelum kematiannya.
Para alkemis diperintahkan mengumpulkan “yao”, istilah untuk bahan obat yang mencakup tanaman, mineral, hingga ramuan keabadian.
Menurut laporan resmi, perjalanan itu dilakukan menggunakan kereta dan berhasil mencapai Danau Zhaling di bulan ketiga kalender China kuno.
Awalnya akademisi skeptis
Pada awalnya, banyak arkeolog meragukan keaslian temuan itu. Mereka menilai perjalanan menuju dataran tinggi Tibet setinggi 4.300 meter hampir mustahil dilakukan pada era tersebut.
Namun, penelitian lapangan menemukan 75 situs peninggalan budaya di radius 150 kilometer dari lokasi prasasti.
Temuan itu menunjukkan kawasan tersebut memang sudah dihuni sejak lama, sehingga keberadaan ekspedisi Qin menjadi masuk akal.
Mitologi Kunlun
Pegunungan Kunlun yang terletak di perbatasan China dan India sejak lama digambarkan sebagai “gunung para dewa” dalam teks klasik dan sumber Sungai Kuning.
Catatan dalam kamus Erya abad ke-3 SM menyebut Kunlun sebagai “leluhur segala gunung”.
Lokasi prasasti yang berdekatan dengan hulu Sungai Kuning memperkuat kaitan mitologi dengan catatan ekspedisi Qin.
Hal ini menambah bobot historis prasasti sebagai bukti keterhubungan mitos dan praktik politik kekuasaan pada masa itu.
Obsesi keabadian kaisar
Bukti prasasti ini juga terkait erat dengan catatan sejarah bahwa Qin Shi Huang terobsesi pada keabadian.
Sejumlah catatan menyebut ia mengirim ekspedisi ke berbagai arah, termasuk ke Jepang dan Tibet, demi menemukan ramuan abadi.
Ironisnya, kaisar pertama China itu meninggal pada tahun yang sama setelah mengonsumsi ramuan berbahan merkuri yang diyakini bisa memperpanjang usia. Catatan sejarah menegaskan bahwa ramuan itu justru meracuni tubuhnya.
Sementara itu, penetapan keaslian prasasti di Danau Gyaring menambah pemahaman baru mengenai cakupan eksplorasi Dinasti Qin. Hal ini menunjukkan kemampuan logistik dan pengetahuan geografi pada masa itu lebih maju dari dugaan banyak ahli.
Lebih jauh, prasasti ini menjadi bukti konkret yang menghubungkan legenda tentang eliksir keabadian dengan langkah nyata sang kaisar.
Penemuan ini sekaligus menutup perdebatan akademik yang sempat berlangsung selama bertahun-tahun.
Sumber: kompas.com