Kota Bogor harus bersiap-siap kesulitan membuang sampah yang diproduksi oleh warganya, seperti DKI Jakarta. Pasalnya, sampai saat ini Kota Bogor masih mengandalkan TPA Galuga. Sementara, sampah yang terangkut ke TPA Galuga hanya 70 persen, sisanya masih menumpuk di got, selokan, pasar, TPS, dan sungai. Jika tidak segera dicari solusinya, Bogor bakal dikepung sampah.

Guru Besar Teknologi Pertanian IPB Nastiti Siswi Indrasti, Minggu (15/11/2015) mengatakan harus ada aturan yang jelas dengan sanksi tegas soal pengolahan sampah. Dengan demikian, baik pemerintah daerah maupun masyarakat memiliki kesadaran yang sama untuk memilah dan mengolah sampah.
Menurut Nastiti, aturan mengenai pengolahan sampah sudah ada dalam UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam UU itu disebutkan, sampah tidak lagi boleh dikumpulkan, diangkut, dan dibuang begitu saja ke TPA. Hanya saja, karena keterbatasan, Kota Bogor masih menggunakan sistem ini di TPA Galuga.
“Sampai sekarang belum ada sanksi untuk pemerintah yang tidak bisa mengelola sampahnya. Makanya, pemda terus mengandalkan TPA tanpa mengolahnya,” kata Nastiti.
Dikhawatirkan, Kota Bogor akan bermasalah dengan sampah seperti DKI Jakarta jika cara ini masih terus dilakukan.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman mengakui jika Pemkot Bogor masih kesulitan mengelola sampah. “Kita mengharapkan Nambo untuk pengolahan sampah. Namun, itu kan, masih tahun 2017 nanti,” ujar Usmar.
Menurut dia, anggaran untuk sampah serta penambahan jumlah sampah yang terangkut ke TPA Galuga hanya meningkat 0,1 persen per tahun. “Padahal, kita canangkan harus mencapai 20 persen yang direduksi. Sisanya, 80 persen harus kita olah,” tuturnya.
Hanya saja, harapan itu masih jauh dari kenyataan. Sebab, Kota Bogor baru memiliki 2 TPPAS serta 42 bank sampah. Kontrak TPA Galuga pun yang habis 31 Desember 2014 ini terpaksa diperpanjang. Padahal, penggunaan lahan Galuga bermasalah dengan limbah cairnya berupa air lindi/licit yang mencemari dan dikeluhkan warga. (Deni)