Bumi diduga pernah mengalami kehancuran akibat ledakan kosmik di udara (airburst), bukan tabrakan langsung yang membentuk kawah raksasa. Ledakan jenis ini dinilai bisa terjadi lebih sering dibanding tumbukan besar, namun selama ini masih kurang dipahami.
Profesor Emeritus Ilmu Bumi di University of California Santa Barbara, James Kennett, menyebut ledakan di udara bisa memicu dampak ekstrem meski tanpa meninggalkan kawah.

“Benturan permukaan dapat menyebabkan kerusakan ekstrem akibat suhu dan tekanan yang sangat tinggi,” kata Kennett, dikutip dari Science Daily, Rabu (24/12/20205).
“Namun, benturan tersebut tidak selalu membentuk kawah, atau hanya membentuk gangguan permukaan sementara, tetapi bukan kawah besar klasik yang berasal dari benturan langsung,” ujarnya.
Dalam serangkaian studi terbaru, Kennett dan tim menemukan bukti ledakan kosmik masa lalu dari sedimen laut dalam Atlantik Utara hingga reruntuhan kota gurun kuno. Tanda-tandanya meliputi elemen langka luar angkasa, kaca leleh, partikel bulat akibat panas ekstrem, serta kuarsa terguncang.
Salah satu temuan penting berasal dari Teluk Baffin, Greenland, yang terkait Hipotesis Dampak Younger Dryas sekitar 12.800 tahun lalu.
“Teluk Baffin sangat signifikan karena ini adalah pertama kalinya kita menemukan bukti peristiwa tumbukan kosmik Younger Dryas dalam catatan kelautan,” kata Kennett.
Material dampak tersebut ditemukan di sedimen laut sedalam 2.000 meter dan diyakini tersebar secara global melalui atmosfer.
“Material-material itu terawetkan dalam sedimen laut sedalam sekitar 2.000 meter. Material tersebut terlempar ke atmosfer, dan diangkut secara global serta diendapkan dalam lapisan yang tersebar luas seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya,” kata Kennett.
Berbeda dengan tumbukan besar seperti Kawah Chicxulub, ledakan di udara sering tidak meninggalkan kawah, sehingga sulit dilacak.
“Sebelumnya, belum ada bukti kawah atau kemungkinan kawah yang ditemukan untuk peristiwa batas Younger Dryas (YDB),” kata Kennett.
“Oleh karena itu, peristiwa-peristiwa ini lebih sulit dideteksi, terutama ketika usianya lebih dari beberapa ribu tahun dan setelah terkubur, hanya meninggalkan sedikit atau bahkan tidak ada bukti di permukaan,” jelasnya.
Tim peneliti juga meninjau ulang peristiwa Tunguska (1908) dan kehancuran kota kuno Tall el-Hammam (kini menjadi wilayah Yordania) sekitar 3.600 tahun lalu.
“Hal menarik tentang Tunguska adalah bahwa ini adalah satu-satunya peristiwa pendaratan di udara yang tercatat dalam sejarah,” kata Kennett.
Para peneliti studi ini menemukan kesimpulan, ledakan kosmik di udara kemungkinan berperan lebih besar dalam sejarah Bumi daripada yang selama ini disadari, dan perlu mendapat perhatian ilmiah lebih serius.
Sumber: detik.com














