Wali Kota Bogor Bima Arya mengingatkan petugas Badan Pendapatan Daerah Kota Bogor (Bapenda) agar tidak ada duplikasi pungutan pajak. Demikian ditegaskan Bima Arya, saat memberikan sambutan pada rapat koordinasi dan public hearing perihal Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kota Bogor di Hotel Sahira, Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Tanah Sareal pada Selasa (6/2/2023).
“Pengajuan Raperda PDRD ini, mandat dari turunan UU HKPD, supaya tidak ada duplikasi pungutan pajak. Sekaligus mengkoreksi dan mengevaluasi UU HKPD. Saya juga ingin agar selaras pertumbuhan ekonomi dengan green ekonomi,” kata Bima.

Sementara itu Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Syarifah Sofiah Dwikorawati menuturkan, dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD berdampak pada restrukturisasi pajak dilakukan melalui reklasifikasi lima jenis pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis pajak, yaitu pajak barang dan jasa tertentu yang selanjutnya disebut PBJT. Kedua pemberian sumber-sumber perpajakan daerah yang baru PBJT mengatur perluasan objek pajak seperti atas parkir valet, objek rekreasi, dan persewaan sarana dan prasarana olahraga (objek olahraga permainan).
“Ketiga penyederhanaan jenis retribusi Pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan opsen pajak, untuk kabupaten/kota yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Penyederhanaan retribusi dilakukan melalui rasionalisasi jumlah retribusi yang diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu. Kelima jumlah atas jenis objek retribusi disederhanakan dari 32 jenis
menjadi 18 jenis pelayanan,” ungkap Syarifah.
Syarifah memaparkan, Raperda PDRD merupakan delegasi langsung dari ketentuan pasal 94 UU HKPD, di mana hal utama yang perlu diperhatikan adalah penentuan besaran tarif yang akan dipungut perlu dilakukan kajian terlebih dahulu oleh Pemerintah Daerah. Hal-hal yang disesuaikan pada Raperda PDRD Kota Bogor diantaranya yang dikecualikan dari Pajak barang dan jasa tertentu/PBJT atas restoran adalah yang memiliki omset perbulan minimal Rp 10 juta dari sebelumnya Rp7,5 juta.
“Kedua yang dikecualikan dari pajak barang dan jasa tertentu/PBJT atas hiburan ditambah satu poin yaitu bentuk kesenian dan hiburan lainnya, yang
mempromosikan kebudayaan sunda tidak dikenakan pajak. Dalam rangkamendukung raperda kebudayaan seni sunda. Terdapat perluasan objek PBJT atas hotel yaitu tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel dan glamping. Terdapat perluasan objek PBJT atas hiburan yaitu wahana air/ekologi/pendidikan/budaya/salju/permainan, pemancingan, agrowisata dan kebun binatang,” paparnya.
Ia membeberkan, tarif pajak konser musik dan sejenisnya turun dari 15% menjadi 10%, tarif bowling turun dari 15% menjadi 10%, tarif permainan ketangkasan turun dari 20% menjadi 10%, tarif panti pijat dan refleksi turun dari 25% menjadi 10%, tarif pajak parkir turun dari 35% menajdi 10%, tarif Mandi uap/spa naik dari 25% menjadi 40%, tarif karaoke dan sejenisnya naik dari 30% menjadi 40%, tarif Pajak Penerangan Jalan naik dari 5% menjadi 10%, NJOPTKP untuk peralihan atas dasar jual beli naik dari Rp60 juta menjadi Rp80 juta.
“Ya, retribusi berupa dihapuskannya retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, dihapuskannya retribusi pengujian kendaraan bermotor, dihapuskannya retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Ada juga dihapuskannya retribusi Penyediaan dan/atau penyedotan kakus, dihapuskannya retribusi pengolahan limbah cair, dihapuskannya retribusi pelayanan tera/tera ulang, dihapuskannya retribusi pengendalian menara telekomunikasi,” bebernya.
Masih kata Syarifah, dihapuskannya retribusi izin trayek, penambahan objek baru retribusi yaitu GOR di kecamatan dan penyesuaian tarif pelayanan persampahan/kebersihan. Untuk naskah akademik dan rancangan peraturan daerah telah disusun juga tengah diharmonisasi oleh Kanwil Kememkumham Jawa Barat selanjutnya setelah dilaksanakan rapat dengar pendapat, akan disampaikan draft Raperda Ke DPRD
Kota Bogor. Rancangan Peraturan Daerah masuk dalam pembahasan Sidang 2 Tahun 2023.
Ditempat yang sama, Kepala Bapenda Kota Bogor, Deni Hendana mengatakan, Raperda PDRD sejak tahun 2021 digarap. APEKSI sudah memberi usulan UU HKPD, isinya sangat menyentuh kebutuhan pemerintah daerah. Ada input terkait pengaturan pajak dan retribusi daerah.
“Hari ini menggali usulan-usulan dari Pengusaha Kota Bogor bidang perhotelan, pengelolaan parkir, restoran, hiburan dan lainnya. Pemungutan pajak dan retribusi harus sesuai dengan UU yang ada, sehingga harus dirumuskan Perda dari UU tersebut. UU HKPD ini sudah disosialisasikan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kemudian dirumuskan oleh Pemkot Bogor, bulan Januari 2023 naskah akademik disampaikan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk dilakukan harmonisasi, rangkaian harus dilakukan agar usulan Raperda PDRD ini saat di usulkan ke DPRD Kota Bogor bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
penulis pratama