Microsoft membentuk tim baru di bawah divisi yang mengurus kecerdasan buatan (AI) Microsoft AI.
Tim ini bernama “MAI Superintelligence Team” yang fokus mengembangkan AI lebih humanis dan memiliki kemampuan bernalar seperti manusia.

Proyek ini digagas oleh pemimpin Microsoft AI sekaligus salah satu pendiri divisi AI Google DeepMind, Mustafa Suleyman dan diumumkan dia dalam sebuah blog resmi.
Di sana, Suleyman menyebut tim terbarunya ini akan mengembangkan AI dengan pendekatan “Humanist Superintelligence” (HSI).
HSI sederhananya merupakan kecerdasan buatan yang dirancang agar dapat melayani kepentingan manusia di satu bidang spesifik, dan bisa bekerja sama dengan manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
Ini berbeda dengan Artificial General Intelligence (AGI) di mana fokus utamanya adalah menciptakan AI yang dapat menandingi kecerdasan manusia di semua bidang.
Menurut Suleyman, HSI di sini adalah AI yang dapat dikendalikan dan tunduk pada manusia, tidak seperti AGI yang bisa melampaui kemampuan manusia seutuhnya.
“Kami memandang HSI sebagai sistem yang berorientasi pada pemecahan masalah dan cenderung bersifat spesifik sesuai bidangnya,” ujar Suleyman, mengutip dari KOMPAS.
“HSI bukan sistem AI yang bekerja otomatis tanpa batasan, melainkan sebagai AI yang bisa diseuaikan dan dikalibrasi dengan hati-hati, kontekstual, dan memiliki batasan jelas,” imbuh Suleyman.
Sebagai “teman” manusia
Suleyman memaparkan bahwa HSI akan berguna dalam berbagai proyek sebagai “teman” manusia dalam menyelesaikan permasalahan di dunia nyata.
Salah satunya adalah menjadi AI Companion. Di sini, HSI bisa dianggap sebagai asisten digital pribadi yang membantu pengguna belajar, bekerja, dan berinteraksi secara produktif tanpa menggantikan koneksi manusia.
Kemudian ada Medical Superintelligence. Dalam proyek ini, HSI dianggap sebagai sistem AI yang mampu melakukan diagnosis medis dengan akurasi tinggi.
Dalam uji coba internal, model MAI-DxO berhasil menebak 85 persen kasus medis kompleks di New England Journal of Medicine Case Challenge, jauh di atas rata-rata dokter manusia yang hanya 20 persen.
“Kami punya pandangan yang jelas menuju superinteligensi medis dalam dua hingga tiga tahun ke depan,” kata Suleyman.
“Nantinya, HSI ini akan membantu mendeteksi penyakit yang bisa dicegah lebih dini, memperpanjang usia harapan hidup, dan memberi lebih banyak tahun sehat bagi semua orang,” tambah dia.
Kemudian proyek terakhir adalah Clean Energy atau Energi Bersih. Di sini, HSI dianggap sebagai AI yang bisa mempercepat riset energi terbarukan dan penemuan material baru.
Hal ini meliputi baterai hemat karbon, serta solusi anyar untuk energi bermodel fusi.
Suleyman sendiri memprediksi dunia akan memiliki energi bersih melimpah sebelum 2040 berkat peran AI.
Siapkan investasi besar
Untuk memperlancar kinerja tim MAI Superintelligence Team dan mengembangkan HSI, Microsoft, kata Suleyman, juga menyiapkan investasi besar meski tidak disebutkan berapa nilainya.
Namun yang jelas, dalam proses kerjanya, MAI Superintelligence Team akan diperkuat oleh peneliti internal Microsoft serta ilmuwan dari berbagai laboratorium dunia.
Salah satunya adalah mantan karyawan Google DeepMind, Karen Simonyan yang ditunjuk Suleyman langsung sebagai Chief Scientist untuk MAI Superintelligence Team.
Sebelum bergabung dengan Microsoft pada 2024, Karen juga dikenal sebagai salah satu pendiri Inflection AI bersama Suleyman dan Reid Hoffman (Co-Founder media sosial profesional LinkedIn).
Di Inflection, ia berperan penting dalam pengembangan model bahasa besar Inflection-1 yang menjadi salah satu pesaing awal GPT dari OpenAI dan Claude dari Anthropic.
Dengan tim ini, Suleyman percaya ia dapat menghadapi tantangan terbesar dalam pengembangan HSI, yaitu membangun AI yang sepintar manusia tapi tetap bisa dkendalikan.
Ia menilai, menjaga keamanan dan keterkendalian AI adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya perusahaan teknologi, tetapi juga pemerintah dan masyarakat luas.
“AI adalah jalan menuju peradaban yang lebih baik, tapi hanya jika ia melayani manusia. HSI bisa menjadi penemuan terbesar dalam sejarah, asalkan kepentingan manusia tetap menjadi pusatnya,” pungkas Suleyman.
Sumber: kompas.com














