Menu

Dark Mode
KLH Gandeng EIGER Tanam Ratusan Pohon di Gunung Gede Pangrango Hatrick Pimpin KORMI Kota Bogor, Ini Komitmen ZM Bos AWS: Tak Ada AI Bubble di Indonesia, Malah Harus Tambah Investasi Terungkap! Anaconda Sudah Berukuran Raksasa Sejak 12 Juta Tahun Lalu Netflix Akuisisi Warner Bros: Langkah Besar yang Tuai Pro dan Kontra Peduli Korban Bencana, PEKA PWI Kota Bogor Bareng Baznas Buka Donasi

Kabar Lifestyle

Bos Nvidia: Chip Buatan China Tinggal Hitungan Nanodetik Saja di Belakang AS

badge-check


					CEO Nvidia Jensen Huang mengaku kecewa dengan kebijakan China yang semakin membatasi penjualan chip perusahaan itu di tengah ketegangan dagang dan teknologi antara Amerika Serikat (AS) dan China.(Nvidia) Perbesar

CEO Nvidia Jensen Huang mengaku kecewa dengan kebijakan China yang semakin membatasi penjualan chip perusahaan itu di tengah ketegangan dagang dan teknologi antara Amerika Serikat (AS) dan China.(Nvidia)

Amerika Serikat dan China tak hentinya berkompetisi mengembangkan teknologi paling canggih. 

Di industri semikonduktor, khususnya dalam beberapa tahun ke belakang, chipset buatan China sering kali dianggap tertinggal jauh dari chip buatan AS. 

Namun, menurut pendiri sekaligus CEO Nvidia Jensen Huang, China hanya tertinggal beberapa nanodetik dari AS. Artinya, industri chip China sudah nyaris menyamai AS. 

Pernyataan itu disampaikan Huang dalam sebuah podcast BG2 yang dipandu oleh investor teknologi Brad Gerstner dan Bill Gurley.

“Mereka (China) hanya beberapa nanodetik di belakang AS. Karena itu kita harus bersaing,” kata Huang dalam podcast itu.

Berdasarkan pencapaian itu pula, Huang menegaskan bahwa AS perlu mengizinkan perusahaan di negaranya untuk bersaing di China. Sebab, dia menilai bahwa persaingan akan menguntungkan kedua belah pihak, baik dalam hal eksistensi, ekonomi, maupun pengaruh geopolitik. 

Pernyataan ini terkait dengan Pemerintah AS yang melarang perusahaan AS, termasuk Nvidia yang berbasis di Santa Clara, California, berbisnis atau mendukung perkembangan teknologi China.

Huang lebih lanjut memperingatkan AS bahwa China merupakan lawan yang tangguh. Negeri Tirai Bambu ini dinilai inovatif, agresif, gesit, serta industrinya tidak begitu dibatasi oleh pemerintah atau kebijakan tertentu. 

Penilaian Huang itu dikaitkan dengan budaya 9-9-6 di China, yaitu budaya di mana orang bekerja dari jam 9 pagi hingga 9 malam, dan enam hari selama seminggu.

Bos Nvidia ini lantas menambahkan bahwa China ingin menciptakan pasar terbuka untuk menarik investasi asing serta mendorong perusahaan asing untuk ikut berkompetisi di negaranya. 

“Mereka (China) juga ingin keluar dari China dan berpartisipasi di seluruh dunia,” ujar Huang, seraya berharap China mempertahankan konsep pasar terbuka, sehingga memungkinkan perusahaannya ikut bersaing.

WFH bikin AS sulit saingi China 

Bukan Jensen Huang saja, budaya kerja 9-9-6 belum lama ini juga dibahas oleh mantan CEO Google Eric Schmidt. 

Schmidt mengaitkan sistem kerja itu dengan budaya bekerja dari rumah (work from home/WFH) yang diadopsi oleh perusahaan-perusahaan AS, termasuk Google.

Menurut Schmidt, bila AS ingin bersaing dengan China, mereka perlu mengorbankan keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi alias work/life-balance.

Dia lantas membandingkannya dengan budaya kerja 9-9-6 di China yang sudah dilarang sejak tahun 2021, tetapi masih diterapkan perusahaan teknologi setempat. 

Menurut Schmidt, WFH justru sangat merugikan generasi muda, bahkan mereka yang memiliki pendidikan tinggi. Dia membandingkan dengan pengalamannya selama awal bekerja di Sun Microsystems.

Saat itu, dia mengaku banyak belajar selama di kantor dan belajar dari mendengarkan diskusi rekan kerja seniornya. 

“Bagaimana Anda bisa demikian dalam hal baru ini (WFH),” ujar Schmidt.

Bukan kali ini saja, tahun lalu Schmidt juga menyebutkan bahwa penyebab Google kalah dari OpenAI serta Anthropic karena lebih mementingkan work/life-balance termasuk WFH, ketimbang berkompetisi.

“Google memutuskan bahwa work/life-balance, pulang lebih awal dan bekerja dari rumah, lebih penting ketimbang menang,” tegas mantan CEO Google ini. 

Sumber: kompas.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Bos AWS: Tak Ada AI Bubble di Indonesia, Malah Harus Tambah Investasi

6 December 2025 - 11:40 WIB

Terungkap! Anaconda Sudah Berukuran Raksasa Sejak 12 Juta Tahun Lalu

6 December 2025 - 10:57 WIB

Netflix Akuisisi Warner Bros: Langkah Besar yang Tuai Pro dan Kontra

6 December 2025 - 10:53 WIB

Daftar Pemenang Apple App Store Awards 2025: Pokemon TCG Pocket – Strava

5 December 2025 - 13:21 WIB

iPhone Air Produk Gagal, Brand China Batalkan Proyek HP Tipis

5 December 2025 - 13:15 WIB

Trending on Kabar Lifestyle