Washington: Gedung Putih mengatakan pada Selasa, 19 Agustus, bahwa Amerika Serikat (AS) masih membahas proposal gencatan senjata di Jalur Gaza dan menunggu pertimbangan Presiden Donald Trump. Proposal ini sebelumnya telah diterima oleh kelompok pejuang Palestina, Hamas, melalui mediasi Mesir dan Qatar pada Senin lalu.
“Mengenai proposal yang diterima Hamas ini, Amerika Serikat terus mendiskusikannya dan memberi waktu bagi Presiden untuk mempertimbangkannya,” ujar Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, kepada wartawan.

Leavitt menambahkan, unggahan media sosial Presiden Trump dianggap memengaruhi keputusan Hamas, meski tidak ada bukti langsung.
“Saya rasa bukan kebetulan Hamas menerima usulan ini setelah Presiden mengunggah pernyataan tegas mengenai konflik ini di Truth Social,” kata Leavitt, seperti dikutip dari Middle East Monitor, Rabu, 20 Agustus 2025.
Menurut laporan kantor berita Israel, KAN, kesepakatan yang diterima Hamas mirip dengan kerangka awal yang diajukan utusan AS, Steve Witkoff. Kerangka itu mencakup pembebasan 10 sandera dan 18 jenazah dengan imbalan gencatan senjata selama 60 hari.
Dalam unggahannya, Trump menegaskan bahwa pembebasan sandera akan dilakukan jika Hamas dikonfrontasi dan dihancurkan. Ia menambahkan, semakin cepat hal itu terjadi, semakin besar peluang keberhasilannya. Sementara itu, Israel belum memberikan tanggapan resmi terhadap proposal gencatan senjata.
Israel memperkirakan masih ada sekitar 50 tawanan di Gaza, dengan 20 orang diyakini masih hidup. Di sisi lain, lebih dari 10.800 warga Palestina ditahan di Israel dalam kondisi sangat buruk, dengan laporan hak asasi manusia menyebut kematian akibat penyiksaan, kelaparan, dan minimnya perawatan medis.
November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait operasi militernya di Jalur Gaza.
Sumber: Metrotvnews.com