Rencana Presiden Prabowo Subianto menampung ribuan warga Jalur Gaza Palestina di Pulau Galang, Kepulauan Riau, memicu pro dan kontra dari publik.
Meski rencana ini terlihat “dermawan” dan sesuai prinsip kemanusiaan, sejumlah pihak menilai inisiatif ini justru malah memuluskan niat Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu: mengusir warga Palestina dari rumah dan tanah airnya sendiri.

Tak lama usai dilantik sebagai presiden AS untuk kedua kalinya pada Januari lalu, Trump mengungkapkan usulan merelokasi warga Gaza keluar dari tanah air mereka dengan dalih merekonstruksi wilayah yang sudah hancur lebur digempur Israel sejak 2023 lalu itu.
Trump beralasan relokasi ini justru memberikan kesempatan kepada warga Gaza untuk mendapat kehidupan yang lebih baik dan sejahtera dibandingkan terus hidup di wilayah perang. Sementara itu, Netanyahu selama ini berusaha memperluas pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Rencana Trump ini pun mengundang kecaman dan penolakan dari berbagai negara, termasuk Palestina dan Hamas sendiri sebagai yang saat ini menguasai Gaza. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mengutarakan keprihatinan serupa.
Karena itu, rencana Prabowo untuk menampung ribuan warga Gaza ini dianggap malah mendukung usulan Trump dan pada akhirnya bisa menguntungkan Israel.
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, menyebut rencana tersebut memang dapat dibenarkan secara ideologis. Menurutnya, kebijakan itu memang sejalan dengan Sila Pertama dan Kedua Pancasila, aspirasi umat Islam Indonesia, serta posisi Indonesia sebagai pendukung terbesar Palestina di panggung diplomasi.
Menurut Rezasyah, walaupun rencana Prabowo adalah mulia, dan dapat didukung oleh PBB dan mayoritas negara-negara di dunia, namun jika tidak hati-hati, dapat membebani Indonesia ditingkat nasional dan internasional.
“Terdapat potensi Israel dan Amerika Serikat menafsirkan rencana Prabowo tersebut sebagai sebuah kelemahan Indonesia, dimana mereka berhasil menekan Indonesia. Dengan diplomasi global yang sangat canggih, Israel dan AS dapat saja membuat skenario telah memberikan konsesi tertentu pada Indonesia, dengan imbalan menerima kalangan Palestina yang sakit,” kata Rezasyah kepada CNN Indonesia pada Senin (11/8/2025).
Kritik yang lebih keras bahkan datang dari Amnesty International Indonesia. Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menganggap rencana itu malah mendukung usulan Trump dan Netanyahu yang ingin merelokasi warga Gaza dari tanah dan rumah mereka sendiri.
“Rencana ini harus disikapi dengan kritis. Walau pemerintah menyampaikan kebijakan itu atas dasar kemanusiaan, namun jika tidak hati-hati justru sejalan dengan skenario besar Israel dan pemerintahan Trump Amerika Serikat yang ingin mengosongkan Jalur Gaza dengan memindahkan 2 juta warganya ke luar negerinya sendiri,” kata Wirya melalui pernyataan pada Senin (11/8).
“Segala bentuk pemindahan warga Palestina dari wilayah pendudukan di luar kesukarelaan mereka bisa dianggap kejahatan perang. Indonesia harus berhati-hati. Rencana itu seolah ingin mendukung pendudukan ilegal Israel di Gaza,” paparnya menambahkan.
Sementara itu, Direktur Sekolah Kajian Strategis & Global Universitas Indonesia, Muhammad Sya’roni Roffi, mengingatkan pemerintah perlu mengkaji rencana ini secara mendalam sebelum dijalankan.
Sebab, serupa degan Rezasyah dan Wirya, Sya’roni menilai rencana ini bisa membuka ruang bagi Israel melanjutkan sekuritisasi di Gaza, sementara di dalam negeri opini publik berpotensi terbelah antara yang pro dan kontra.
“Dari sisi Internasional akan membuka ruang bagi Israel untuk melanjutkan rencana sekuritisasi di Gaza. Secara domestik publik Tanah Air akan terbelah antara mendukung atau menolak.” Ujar Sya’roni.
Pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Yon Machmudi, melihat rencana Prabowo perlu ditempatkan dalam kerangka besar diplomasi Indonesia untuk kemerdekaan Palestina.
Ia menegaskan, bantuan kemanusiaan seperti pengobatan di Pulau Galang harus disertai jaminan warga Gaza tersebut dapat kembali ke tanah air mereka setelah perawatan, bukan direlokasi permanen.
Sama seperti Wirya dan Rezasyah, Yon juga mempertanyakan apakah rencana tersebut justru mendukung upaya Netanyahu dan Trump untuk mengusir warga Palestina dari wilayahnya.
“Komitmen dengan two state solution, komitmen untuk kemerdekaan Palestina yang berdaulat, maka sesungguhnya mereka yang meninggalkan wilayah Palestina, akan diberikan hak untuk kembali karena didorong oleh sebuah komitmen untuk kemerdekaan Palestina. Hal yang utama adalah secara internasional mewujudkan negara Palestina yang berdaulat” ujar Sya’roni.
Yon menambahkan untuk mendorong penarikan tentara Israel dari wilayah pendudukan dan membuka blokade Gaza, agar warga Palestina yang sementara berada di luar negeri bisa kembali secara legal dan aman.
Rencana menampung warga Gaza di Pulau Galang ini pun menjadi ujian diplomasi Indonesia: apakah akan menjadi langkah kemanusiaan yang konsisten mendukung kemerdekaan Palestina, atau tanpa sadar ikut masuk dalam strategi relokasi yang selama ini dituduhkan kepada Israel dan sekutunya.
Sumber: cnnindonesia.com