Walikota Bogor Bima Arya serta Sekda Kota Bogor Ade Sarip Hidayat terpaksa harus menunggu perisangan lanjutan kasus Angkahong, Senin (15/8/2016), di PN Tipikor Bandung lantaran waktu sidang molor hingga 5 jam.
Sidang yang awalnya digelar pukul 09:00 WIB baru dimulai sekitar 14:10 WIB tersebut, diawali dengan mendengarkan keterangan Sekda Kota Bogor Ade Sarip Hidayat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Bogor langsung mencecar Sekda tentang proses penganggaran.


pewarta tengah mengabadikan foto Walikota Bogor BIma Arya yang hadir di persidangan kasus angkahong, Senin (15/8/2016).
Menanggapi pertanyaan JPU, Ade menuturkan, jika semua proses pembelian lahan Angkahong sudah melalui proses semestinya. Sudah berulang-ulang penertiban PKL dilakukan, tapi selalu saja badan jalan yang lebarnya 12 meter habis menjadi lapak PKL dan tersisa 3 meter saja. Saat penertiban itu ada dialog dengan PKL di salah satu ruangan di Perusahaan Gas Negara (PGN), yang isinya akan ada relokasi asal jalan tersebut bersih dari PKL.
“Pemkot terus ditagih PKL sampai terjadi serangkaian demo dengan tuntutan tempat relokasi tersebut. Akhirnya, pemkot membuat rancangan umum perubahan dan plafon APBD-P sementara sehingga muncul angka Rp135 miliar. Angka ini, direncanakan untuk pembelian Gedung Muria Rp70 miliar serta pembelian lahan relokasi Rp65 miliar kemudian dibahas di Komisi B DPRD Kota Bogor,” jelas Ade dihadapan Hakim.
Tanggal 17 September 2014, lanjut Ade, dilakukan sidang paripurna di DPRD tentang KUAPPASP dan plafon anggaran.Dan pada 30 September 2014 diundang kembali oleh DPRD dengan agenda penandatanganan nota kesepahaman KUA PPASP dan penyampaian RAPBD. Di nota kesepahaman itu munculah kesepakatan dewan dari komisi terkait untuk melakukan kajian pembelian lahan itu. Ketika pembahasan diketahui ada defisit Rp253 miliar.
“Saat itu rencana pembelian lahan ini belum dimasukan. Namun di 10 Oktober 2014 dilakukan pembahasan anggaran di Park Cawang Hotel. Setiap SKPD dipersilahkan memaparkan rencana program yang akan dimasukan di APBD-P. Dalam pertemuan tersebut, disepakati ada dua alternatif penganggaran untuk pembelian lahan Angkahong. Yang pertama adalah Rp55 miliar untuk membeli lahan Angkahong di Pasar Warung Jambu. Dan yang kedua, adalah tetap dialokasikan Rp55 miliar dengan rincian pembelian lahan Angkahong serta lahan Galuga,” jelasnya.
Ade menmbahkan, pada 14 Oktober dilakukan pembahasan kembali di Gedung DPRD dan sempat muncul angka Rp26 miliar untuk membeli lahan Angkahong, kemudian finalisasinya jadi Rp17,5 miliar dan masuk RAPBD-P 2014.
“Akhirnya disahkan melalui rapat paripurna kemudian dikirimkan ke pemprov untuk evaluasi gubernur. Saat evaluasi turun dalam bentuk narasi atau tanpa angka, maka ada evaluasi yang harus dibenahi di sektor pendapatan dan belanja. Kemudian, setelah menerima evaluasi maka dilakukan pembahasan bersama badan anggaran yang diketuai juga oleh Ketua DPRD Kota Bogor Untung W Maryono, sekaligus membahas pendapatan berupa uang sisa salur pajak kendaraan bermotor dari pemprov sebesar Rp35 miliar lebih,” katanya.
Dalam keterangannya, Ade mengatakan bahwa Ketua Banggar (Untung W Maryono) saat itu, menyebutkan sisa salur tersebut digunakan untuk kebutuhan pinjam pakai mobil muspida, pembelian mobil dinas ketua DPRD, pembelian 4 mobil ketua komisi DPRD, hibah pembangunan di Polresta Bogor dan sisanya sebesar Rp31 miliar ini untuk lahan Jambu Dua.
“Pak Untung yang menawarkan Rp31 miliar ini untuk membeli lahan di Jambu Dua dan kami dari TAPD dan banggar DPRD menyatakan sepakat, kemudian diketuk palu,” ungkapnya.
Sementara tanggal 26 Desember, Ade menjelaskan, jika saat itu dirinya beserta walikota, wakil walikota dan kabag hukum saat itu menerima laporan dari Yudha (terdakwa) yang minta dibantu untuk melobi Angkahong karena keukeuh dengan harganya yang tinggi selain itu dilaporkan juga ada perbedaan penghitungan appraisal, sehingga pihaknya meminta untuk melakukan koordinasi lagi terkait penghitungan tersebut.
Di akhir persidangan, terdakwa Hidayat Yudha Priyatna menjelaskan, jika pada tanggal 26 Desember dirinya bersama tim ada di rumah Angkahong. Pada tanggal 27 Desember itu yang disampaikan justru dikeluarkan angka Rp39 miliar dan angka Rp43,1 miliar itu kesepakatan Angkahong dan Bima. “Mengenai kabar Rp2 miliar, akan saya luruskan dimana itu adalah angka lebih untuk kegiatan lain,” singkat Yudha
#pratama