Hiu telah ada di planet ini lebih dari 400 juta tahun. Mereka lebih tua dari pohon pertama. Namun dampak yang makin besar dari perubahan iklim mungkin menjadi tantangan berat bagi makhluk purba ini.
Dikutip detikINET dari Futurism, seiring kita terus memompa karbon dioksida dalam jumlah sangat besar ke atmosfer, hampir sepertiganya diserap oleh lautan. Itu secara bertahap membuat airnya semakin asam.

Bagi hiu, konsekuensinya bisa sangat mengerikan. Penelitian baru menunjukkan pengasaman ini dapat melarutkan dan melemahkan gigi hiu, sehingga merusak kemampuan predator ini untuk makan dan mempertahankan diri. Bahkan kemampuan mereka menumbuhkan kembali barisan gigi tak cukup mengimbangi fenomena tersebut.
“Gigi hiu, meskipun tersusun dari fosfat yang sangat termineralisasi, masih rentan terhadap korosi dalam skenario pengasaman laut di masa mendatang,” ujar Maximilian Baum, ahli biologi di Universitas Heinrich Heine di Jerman, dan penulis utama studi baru di jurnal Frontiers in Marine Science.
“Gigi hiu adalah senjata canggih yang dirancang untuk mengiris daging, bukan untuk melawan asam laut. Hasil penelitian kami menunjukkan betapa rentannya bahkan senjata paling tajam sekalipun,” tambahnya.
Saat ini, rata-rata pH laut adalah 8,1. Dalam sekitar 200 tahun sejak revolusi industri dimulai, pH laut turun sekitar 0,1 unit, yang menunjukkan peningkatan keasaman sebesar 30%. Sebuah studi memproyeksikan bahwa pH laut dapat turun hingga 7,3 pada tahun 2300, jika laju emisi saat ini tetap sama. Nah, beberapa penelitian menemukan bahwa pH laut saat ini telah merusak dentikel, sisik bergerigi kecil yang membentuk lapisan atas kulit hiu.
Peneliti mengumpulkan gigi hiu yang dilepaskan oleh hiu karang sirip hitam dan ditempatkan di akuarium lokal. Selama delapan minggu, mereka merendam satu kelompok gigi di dalam tangki berisi air dengan pH laut saat ini 8,1, dan kelompok lainnya di dalam tangki dengan pH yang diproyeksikan 7,3.
Langsung terlihat jelas kelompok gigi mana yang kondisinya lebih buruk, setelah memeriksanya dengan mikroskop elektron. “Kami mengamati kerusakan permukaan yang terlihat seperti retakan dan lubang, peningkatan korosi akar, dan degradasi struktural,” kata Sebastian Fraune, pakar dari kampus yang sama.
“Banyak spesies hiu menggunakan beberapa baris gigi sekaligus, dan masing-masing gigi dapat digunakan berminggu-minggu atau berbulan-bulan, sehingga kerusakan kumulatif dapat mengurangi efisiensi makan dan meningkatkan kebutuhan energi, terutama pada spesies dengan siklus penggantian lebih lambat dan banyak baris gigi yang digunakan secara bersamaan,” kata mereka.
Namun ini bukanlah studi yang sempurna mensimulasikan kondisi dunia nyata karena gigi-gigi tersebut sudah tanggal dan berasal dari hiu akuarium. Maka, riset ini masih langkah awal untuk memastikan dampak keasaman laut pada gigi hiu.
Sumber: detik.com