Berbagai perusahaan teknologi kenamaan termasuk Google, Microsoft hingga Meta menggelontorkan dana besar demi pengembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).
Namun menurut CEO Alphabet, Sundar Pichai, investasi ke teknologi yang sedang populer tersebut sudah terlalu berlebihan dan irasional.

Pernyataan itu disampaikan Pichai dalam wawancara eksklusif bersama outlet media BBC, baru-baru ini.
Pichai menilai, lonjakan investasi AI sebagai “momen luar biasa”, namun ini bukan pertama kalinya.
Pria yang lebih dari dua dekade berkecimpung di dunia teknologi ini mengatakan, industri teknologi biasanya menggelontorkan investasi berlebihan ketika masuk dalam siklus “antusias”. Bahkan, terkadang nilai investasinya melampaui fundamentalnya.
Meski begitu, Pichai menekankan bahwa teknologi tetap transformatif hingga mendesain ulang cara orang bekerja dan berinteraksi secara digital.
Bagi bos Google ini, “booming AI” saat ini persis dengan fenomena “bubble dot-com” yang terjadi di akhir tahun 90-an hingga awal tahun 2000-an.
Sama dengan fenomena AI saat ini, kala itu, investor banyak menggelontorkan investasi ke startup yang belum punya model bisnis jelas, hanya bermodalkan website dan janji pertumbuhan.
Investasi itu didorong oleh keyakinan bahwa “internet akan mengubah segalanya”. Tak lama, banyak startup yang akhirnya kolaps.
“Kita bisa kilas balik ke internet saat ini. Jelas ada banyak investasi berlebih, tetapi tidak seorang pun dari kita akan bertanya, apakah internet itu penting,” kata Pichai.
“Internet telah mengubah cara kita berkerja secara digital sebagai masyarakat secara fundamental. Saya berharap AI akan tetap sama. Jadi saya kira ini rasional meskipun ada unsur irasonal di momen seperti ini,” lanjut dia.
Ia tidak mengelaborasi lebih rinci yang dimaksud dengan irasional dalam konteks tersebut. Kemungkinan, hal itu merujuk pada keputusan spekulatif tanpa perhitungan matang karena takut tertinggal tren.
Kendati demikian, ia mengatakan bahwa perkembangan teknologi selalu membawa dampak, termasuk AI. Pichai sadar bahwa AI berdampak besar terhadap tenaga kerja karena bisa memangkas sejumlah profesi. Tetapi, di sisi lain juga menciptakan pekerjaan baru yang lain.
Namun menurutnya, mereka yang mengadopsi dan mengintegrasikan AI ke profesinya, adalah mereka yang akan menjadi pemenang dalam tren AI.
“Tidak masalah apakah Anda ingin jadi guru atau dokter. Semua profesi itu akan tetap ada, tetapi orang yang akan berhasil di masing-masing profesi tersebut adalah orang yang belajar cara memakai perangkat ini (AI),” jelas pria kelahiran India itu.
Pichai juga tak menampik bahwa krisis, termasuk krisis AI bisa memengaruhi setiap perusahaan di industri teknologi, termasuk Google.
Namun dia optimistis pendekatan terintegrasi seperti chip AI khusus, layanan berbasis data sepeti YouTube, hingga model AI yang dibangun sendiri oleh perusahaan, bisa menjadi penyangga krisis tersebut.
Pichai pun yakin bahwa Google mampu mengatasi krisis AI, walaupun para analis menyebut krisisnya tak terelakkan.
Pernyataan Pichai itu senada dengan yang pernah dikatakan CEO OpenAI, Sam Altman Agustus lalu.
Dalam sebuah wawancara Agustus 2025 lalu, Altman berkata bahwa AI generatif bisa menjadi “bubble” alias gelembung yang bisa saja “pecah” di kemudian hari, mirip dengan fenomena “bubble dot-com”. “Ketika gelembung terjadi, orang pintar menjadi terlalu bersemangat pada inti kebenaran,” ujar Altman saat itu.
“Apakah kita berada dalam fase di mana investor terlalu bersemangat tentang AI? Pendapat saya adalah ya. Apakah AI hal terpenting yang terjadi dalam waktu yang sangat lama? Pendapat saya juga ya,” lanjut bos ChatGPT itu.
Kembali ke Pichai. Sebagai bagian dari strategi jangka panjang perusahaan, Pichai mengungkapkan ekspansi AI perusahaan di Inggris dengan dana investasi senilai 5 miliar poundsterling (sekitar Rp 109 triliun) selama dua tahun untuk penelitian dan insfrastruktur, termasuk proyek DeepMind di London.
Upaya ini juga menandai pertama kalinya Google bakal melatih model AI-nya di Inggris, dihimpun KompasTekno dari Techspot.
Sumber: kompas.com














