SIDANG lanjutan kasus dugaan mark up lahan jambu dua untuk relokasi berlangsung menarik, di Pengadilan Tipikor Bandung Senin (22/8/2016). Sejumlah fakta baru dipersidangan bermunculan, salahsatunya pengakuan Walikota Bogor Bima Arya yang mengaku pernah bertemu dengan Angkahong (pemilik lahan) sebelum transaksi pembelian dilakukan Pemkot Bogor.
Menurut Walikota Bogor Bima Arya yang hadir sebagai saksi, dirinya sempat bertemu dengan Angkahong sebanyak 3 kali. Pertama bertemu di Agustus 2014 bersama Wakil Walikota Usmar Hariman dan Sekda Ade Sarip Hidayat.
“Saya datang ke rumahnya di daerah Ciawi, Kabupaten Bogor untuk memastikan bahwa lahan yang berada di Jambu Dua itu adalah milik Angkahong. Saya juga ingin memastikan apakah Angkahong benar-benar berniat untuk menjual tanahnya tersebut,” kata Bima menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pertemuan kedua lanjutnya, terjadi pada 27 Desember 2014 di Balaikota Bogor, setelah sehari sebelumnya mendapat laporan dari Kepala Kantor Koperasi dan UMKM, Hidayat Yudha Priyatna (HYP) bahwa telah terjadi deadlock terkait harga appraisal untuk pembelian tahan milik Angkahong.
“HYP melaporkan kepada saya bahwa belum ada titik temu terkait penentuan harga appraisal dengan Angkahong. Appraisal yang dilakukan oleh tim skala kecil di angka 39 miliar. Sementara Angkahong juga melakukan appraisal tersendiri dengan mematok harga 46 miliar,” katanya.
Saat itu lanjut Bima, HYP mengusulkan untuk bertemu langsung dengan Angkahong di Balaikota bersama dengan Wakil Walikota Usmar Hariman, Sekda Ade Sarip Hidayat, Kabag Hukum Toto Miftahul Ulum dan Kepala BPKAD Hanafi. “Lalu saya sampaikan. Baik, besok kita undang beliau. Pertemuan yang berlangsung pada hari Sabtu tersebut, membahas tentang kesepakatan harga yang sebelumnya mengalami deadlock,” ujar Bima.
HYP menyampaikan bahwa akan melakukan appraisal ulang, karena angka 39 miliar tersebut masih belum mencakup hitungan nilai faktor-faktor lainnya. Dan sehari sebelum bertemu dengan Angkahong atau pada 26 Desember 2016, HYP secara lisan mengatakan jika nilai appraisal berubah menjadi 43 miliar.
“Dalam pertemuan dengan Angkahong tersebut, ada titik temu. Angkahong bersedia menjual tanahnya senilai 43,1 miliar,” ujarnya seraya menambahkan, pertemuan ketiga di rumah Angkahong tanpa direncanakan. Pertemuan terjadi usai dirinya (Bima) menghadiri acara di daerah Cisarua. “Saya dalam perjalanan pulang usai menghadiri acara di Cisarua. Lalu saya dapat kabar kalau Angkahong meninggal. Dan benar saja, saat saya datang sudah ada bendera kuning terpampang di rumahnya,” pungkasnya.
Saksi Berbeda Keterangan
Sementara itu perbedaan keterangan terjadi saat 6 saksi dihadirkan bersama di ruang sidang. Walikota Bogor Bima Arya, Ketua DPRD Kota Bogor Untung Maryono, Sekda Kota Bogor Ade Sarip Hidayat, anggota DPRD seperti Yus Ruswandi, Atty Somaddikarya dan Teguh Rihananto, memberikan keterangan seputar nama proses pembelian Angkahong berdasar dari uang sisa salur yang sudah dibahas TAPD dan Badan Anggaran.
Untung Maryono menyatakan,jika pembelian lahan Angkahong dengan menggunakan sisa salur sebesar Rp31 miliar merupakan dinamika rapat saja. Sedangkan, eks banang DPRD seperti Yus Ruswandi dan Teguh Rihananto menyatakan itu merupakan kesimpulan.
Sementara Bima Arya maupun Ade Syarip mengatakan, jika itu keputusan. Sedangkan Atty mengaku, saat itu tidak ikut rapat sampai selesai sehingga belum bisa menyatakan kepastian itu.
#pratama