Arkeolog Temukan Benda Berusia 17.000 Tahun Lebih

Para arkeolog menemukan dan berhasil mendapatkan nada “yang nyaris sempurna” dari alat musik tiup berusia lebih dari 17.000 tahun.

Alat musik tiup itu berupa cangkang keong yang ditemukan di gua yang pernah dihuni oleh manusia purba di Perancis selatan, pada era berburu dan meramu.

Artefak yang ditemukan ini adalah instrumen musik tiup sejenis yang tertua yang pernah ditemukan, seperti yang dilansir dari BBC Indonesia pada Minggu (14/2/2021).

Sampai saat ini, hanya seruling yang terbuat dari tulang yang diklaim sebagai instrumen musik tertua di dunia.
Temuan ini diterbitkan di jurnal Science Advances. Arti penting artefak ini terletak pada tanda seperti titik di dalam cangkang. Ini cocok dengan karya seni di dinding gua Marsoulas di Pyrenees tempat artefak itu digali pada 1931.

“(Temuan) ini membangun kaitan yang kuat antara musik yang dimainkan dengan keong dan gambar, representasi di dinding,” jelas Gilles Tosello dari Universitas Toulouse.

Dia mengaku, sepengetahuan mereka ni adalah pertama kalinya mereka dapat membuktikan hubungan antara musik dan seni gua di masa prasejarah Eropa.

Cangkang keong ini memiliki panjang 31 cm dan lebar 18 cm. Cangkang itu pernah menjadi rumah bagi organisme hidup, kemungkinan siput air dingin di Samudra Atlantik bernama Charonia lampas.

Kerang itu diperkirakan merupakan benda berharga atau hadiah karena ditemukan 200 km dari garis pantai tempat ia pertama kali diambil atau diperdagangnkan.

Ketika tim penggali di Marsoulas pertama kali melihat cangkang itu pada 1930-an, mereka mengira benda itu tak lebih dari cangkir yang digunakan untuk acara seremonial.

Namun, analisis oleh tim yang dipimpin dari Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Perancis telah mengubah interpretasi itu.
Para ilmuwan mengidentifikasi adanya modifikasi yang disengaja untuk meningkatkan kemampuan cangkang dalam membuat suara.

Ini termasuk lubang yang dipotong di salah satu ujung cangkang yang memungkinkan penyisipan semacam corong, dan pemotongan di ujung lainnya, yang akan membuatnya lebih mudah memasukkan tangan untuk memodulasi suara. Dengan cara yang sama seperti itu, pemain terompet Perancis mengubah nada.

Tim tersebut meminta seorang musisi profesional untuk meniup keong, dan yang membuat mereka senang musisi itu bisa menghasilkan nada yang mendekati C, C kres dan D.

“Intensitas yang dihasilkan luar biasa, kira-kira 100 desibel pada satu meter. Dan suaranya sangat terarah pada sumbu bukaan cangkang,” kata Philippe Walter dari Sorbonne University.

Pemrosesan citra digunakan untuk mempelajari pola yang dilukis pada permukaan bagian dalam bukaan cangkang. Pola ini, dibuat dengan pigmen oksida besi (oker merah), berbentuk sidik jari. Dinding gua Marsoulas memiliki gaya yang sama. Gambar bison yang ada di gua itu misalnya, dibuat dari 300 titik jari.

Para peneliti kemudian mencetak replika 3D dari cangkang itu supaya mereka bisa mengeksplorasi lebih jauh kemampuan musikalitas keong itu tanpa berisiko merusak artefak aslinya.

Orang-orang Paleolitik Hulu yang memiliki cangkang ini adalah bagian dari apa yang oleh para arkeolog disebut sebagai tradisi Magdalenian, yang terkenal karena pendekatannya yang khusus dalam pembuatan alat dan penggunaan tulang, tanduk, serta gading.

Diketahui bahwa komunitas di Pyrenees juga berinteraksi dengan komunitas di Cantabria, yang tinggal di Spanyol selatan. Keong ini memperkuat hubungan ini.

“Suara keong ini berhubungan langsung dengan masyarakat Magdalenian,” kata Carole Fritz dari Pusat Riset Ilmiah Nasional Perancis (CNRS).

Sumber: Kompas.com
Editor: Adi Kurniawan

image_pdfimage_print
Share

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *