Ditanya Kenapa Bangun Taman, Ini Jawaban Bima

Seminar yang dihadiri ratusan mahasiswa Universitas Pakuan Bogor dan dan Universiti Putra Malaysia (UPM),denganmenghadirkan nara sumber cawalkot Bogor Bima Arya, berlangsung seru, Selasa (3/4/2018). Terlebih saat mahasiswa lintas negara tertarik untuk mengetahui arah pembangunan Kota Bogor, termasuk konsern Bima Arya selama empat tahun terakhir membangun ruang-ruang terbuka public.

Bertempat di Auditorium Utama Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan, Kota Bogor, Bima Arya memaparkan mengenai perkembangan kota hujan ini selama sekitar satu jam. Para mahasiswa tampak antusias menyaksikan capaian-capaian dan sejumlah program mengenai grand design Kota Bogor, baik yang belum, yang sedang dan akan dilakukan.

Salah satu pertanyaan yang membuat Bima Arya tertarik untuk menjawab adalah seputar, ‘Kenapa Walikota suka bener bangun taman dan pedestrian?.” Bima menjelaskan, bahwa pembangunan taman bukan sekedar untuk mempercantik dan memperindah kota.

“Banyak yang mengkritik, kenapa walikota suka sekali membangun taman dan pedestrian? Saya katakan, taman bukan hanya mempercantik kota. Jalur pedestrian bukan hanya memperindah kota. Betul, kota tambah cantik dan indah. Tapi ada dua dampak lagi yang lebih dahsyat dari itu,” ungkap Bima Arya.

Dampak yang pertama adalah kebersamaan. Di mana, kata dia, taman kota sebagai ajang interaksi warga tanpa memandang pilihan dan agama yang berbeda. “Di mana lagi selain di taman kota dan pedestrian, warga bisa bersama-sama, ngobrol, bercengkrama, tanpa nanya kemarin Pilkada pilih apa, kamu agamanya apa. Apakah kalau kenalan di taman langsung nanya, kemarin milih walikota siapa, presidennya siapa. Kan, tidak,” beber pria kelahiran Bogor, 17 Desember 1972 itu.

“Ini ruang terbuka yang mempersatukan kita. Jadi ruang terbuka publik untuk kebersamaan. Kita belajar dari kota-kota di seluruh dunia, peradabannya maju, warganya guyub karena ruang terbuka publik. Bukan di mall, bukan ditempat hedonistik dan konsumtif,” tambah dia.

Bima melanjutkan, secara tidak langsung, pembangunan taman dan pedestrian di Kota Bogor berdampak pada kesejahteraan warga. “Nyambungnya di mana? Pedestrian ini mungkin orang tidak menyangka dampaknya. Tapi sudah saya rancang dari tiga tahun lalu. Pedestrian ini setiap weekend dilalui 3.200 orang setiap jamnya. Banyak orang yang datang bukan dari Kota Bogor. Ada orang Jadetabek, Medan, Makassar dan warga tetangga kita Kabupaten Bogor yang datang ingin merasakan sensasi jogging, lari, atau gowes di sekitar Istana dan Kebun Raya Bogor,” jelasnya.

Selain itu, para wisatawan itu menginap di penginapan-penginapan yang tersedia. “Berdasarkan kajian kami, tingkat hunian hotel naik sekitar 80 persen. Cukup baik. Ini artinya PAD juga naik. Jadi, penataan pusat kota berdampak pada kesejahteraan. Kita juga mendeklrasikan diri sebagai The City of Runners, kota para pelari. Ini arahnya ke sport tourism, banyak event-event lari skala nasional yang akan mendatangkan banyak wisatawan. Tahun lalu ada sekitar 5 juta wisatwan yang datang ke Kota Bogor,” beber Bima.

*Ini Arah Kota Bogor ke Depan*
Selain membahas soal taman dan pedestrian, Bima Arya juga memaparkan mengenai arah pembangunan Kota Bogor ke depannya. Menurut Bima, Kota Bogor sebelumnya memiliki tiga identitas yang snagat kuat dari masa ke masa, namun kahir-akhir ini melemah. “Tapi ke depan semua pembangunan Kota Bogor akan diarahakan menjadi Bogor as the green city. Bogor as the heritage city. Bogor as smart city,” jelas dia.

Bima menyatakan, arah pembanguna itu bukan serta merta diucapkan begitu saja, melainkan berdasarkan nilai historis dan demografis. “Masalahnya, kita punya PR berat sekali. Ini yang menantang saya mencalonkan diri 5 tahun lalu. Bogor punya persoalan macet, PKL, kemsikinan sangat tinggi, birokrasi yang belum sepenuhnya melayani. Kemudian ruang terbuka publik yang belum berkualitas serta tata kota yang amburadul,” katanya.

“Dalam bahasa yang sangat singkat saya sampaikan bahwa, kota-kota di Indonesia hancurnya itu karena pembangunan ditentukan oleh kepentingan politik dan ekonomi semata. Bukan karena gagasan dan konsep. Itu yang membuat semrawut. Pemodal maunya apa, politik maunya apa, ya jadi amburadul. Makanya pemandangan kota-kota di Indonesia sama, lautan angkot, lautan PKL, lautan ruko. Sedikit sekali kota yang menonjolkan identitasnya. Yogyakarta diantaranya bagus. Lalu Bali, Bandung, Surabaya, mereka menonjolkan identitasnya. Energi kami Kota Bogor mengarahkan ke tiga identitas tadi, yakni Green City, Heritage City, dan Smart City,” tuntasnnya.

Reporterpratama

image_pdfimage_print
Share

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *